Pengembangan Budaya Kegiatan Adat Erau Kesultanan Kutai Kartanegara


Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari bersama perwakilan Kementerian Pariwisata dalam jumpa pers pelaksanaan Pesta Adat Erau dan Internasional Folk Art Festival.

Kalimantan Tumur( kbn lipanri ): Pesta adat Erau Kutai Kartanegara kembali digelar pada 20-28. Berbeda dengan penyelenggaraan di tahun-tahun sebelumnya, pesta adat Erau tahun ini digabungkan dengan festival seni folk internasional, sehingga namanya menjadi pesta adat Erau and International Folk Art Festival (EIFAF).

Putuh Ngurah, Asdep Pengembangan Komunikasi Pemasaran Pariwisata Nusantara saat jumpa pers di ruang rapat Kementerian Pariwisata, Jumat (12/8/) mengatakan, Kementerian Pariwisata selalu memberikan apresiasi dan dukungan kepada gelaran budaya dan berbagai even menarik yang berpotensi menarik kunjungan wisatawan.

Sementara itu Rita Widyasari, Bupati Kutai Kartanegara mengatakan, pesta adat Erau merupakan gelaran budaya yang tiap tahun digelar rutin. Dalam pakem Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, ritual adat Erau sebenarnya bisa dilaksanakan kapan saja sesuai kehendak kesultanan. Demi mendorong peningkatan jumlah kunjungan wisatawan, sejak 2009 ritual adat Erau kini dilaksanakan pada masa liburan sesuai dengan yang diarahkan Kementerian Pariwisata.

“Penyelenggaraan EIFAF biasanya digelar bulan Juli, yang bertepatan dengan waktu liburan. Karena tahun ini bulan Juli bertepatan dengan Ramadan, maka waktu penyelenggaraan dimundur di bulan Agustus,” kata Rita.

Lebih jauh Rita Widyasari menjelaskan, Kutai Kertanegara telah siap untuk menyambut kedatangan wisatawan yang ingin menyaksikan ritual adat langka yang dahulu hanya dapat dilihat oleh orang-orang dalam lingkungan internal keraton.

“Kita punya 50 hotel bintang satu dan hotel kelas melati di Tenggaraong. Kalau mau yang lebih mewah, kita ada 3 hotel bintang tiga. Kondisi jalan Balikpapan-Tenggarong sekarang sudah baik seratus persen, butuh waktu tiga jam. Saat ini bandara akan dibangun, sedang dalam proses amdal. Mudah-mudahan tahun akan datang lebih banyak kunjungan wisatawan ke Kutai Kartanegara,” katanya menambahkan.

Sejalan dengan hal itu, Sri Wahyuni, Kepala Dinas Pariwisata Kutai Kartanegara kepada a mengatakan, gelaran budaya ini akan diramaikan 60 ribu wisatawan, baik wisatawan nasional maupun mancanegara. “Gelaran ritual adat Erau tahun ini akan berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Akan ada berbagai pementasan seni tradisional yang menarik, salah satunya orkestra yang memadukan sapek dan gambus. Tak hanya itu, wisatawan yang berkunjung juga bisa melakukan city tour dan menjelajahi berbagai tempat menarik di Kutai, salah satunya adalah Dayak Experience Centre,” kata Sri.

Pemda Kutai Kartanegara, seperti yang diungkapkan Sri Wahyuni, juga telah bekerjasama dengan Council International of Folklore Festival (CIOFF), akan mendatangkan ratusan peserta seni folklore dari banyak negara. Para peserta berkesempatan mementaskan musik folklore dari negaranya masing-masing, dan ikut ambil bagian dalam culture visit mengunjungi banyak tempat menarik di Kutai Kertanegara. ( limber sinaga )

Pemprov Sumut Rayakan HUTke-75 Kemerdekaan RI Tanpa Kegiatan Keramaian

MEDAN,( kbn lipanri ) – Berbeda dari tahun sebelumnya, perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-75 Kemerdekaan Negara Republik Indonesia (RI) di masa pendemi Covid-19 dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan. Antara lain meniadakan kegitan yang mengakibatkan keramaian dan membatasi peserta upacara bendera.

Hal tersebut disampaikan Asisten Administrasi Umum dan Aset Pemprov Sumut M Fitriyus mewakili Gubernur Sumut Edy Rahmayadi usai rapat koordinasi persiapan HUT ke-75 RI di Ruang Sumut Smart Province, Kantor Gubernur Jalan Pangeran Diponegoro Nomor 30 Medan, Rabu (29/7). “Penerapan protokol kesehatan bertujuan untuk mencegah penyebaran Covid-19 di daerah ini,” ujar Fitriyus.

Dikatakan Fitriyus, jika pada tahun-tahun sebelumnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut menggelar pawai atau kegiatan yang membuat keramaian lainnya, namun tahun ini ditiadakan. Pada kegiatan renungan suci juga pesertanya dibatasi dan tidak lebih dari 50 orang.

Upacara bendera peringatan HUT ke-75 Kemerdekaan RI yang biasanya digelar secara meriah di Lapangan Merdeka Medan juga ditiadakan. Upacara yang diikuti Pemprov Sumut beserta Forkopimda Sumut diadakan di Lapangan Apel Kantor Gubernur Sumut Jalan Pangeran Diponegoro Nomor 30 Medan.

Upacara diadakan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Selanjutnya, Gubernur dan Forkopimda Sumut mengikuti Upacara Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI di Halaman Istana Merdeka Jakarta secara virtual.

Kegiatan yang dilakukan Pemprov Sumut beserta Pemkab/Pemko ini mengacu kepada Surat Edaran Menteri Sekretaris Negara. “Dalam rangka peringatan HUT RI tentu Pemprov Sumut termasuk kabupaten/kota melaksanakan kegiatan mengacu kepada Surat Edaran Mensesneg, antara lain bahwa untuk detik-detik proklamasi pukul 10.00 WIB, pemerintah daerah beserta Forkopimda wajib mengikuti upacara secara virtual dari Istana Negara,” kata Fitriyus.

Pemprov Sumut juga mengimbau agar pada tanggal 1 – 31 Agustus, seluruh kantor instansi pemerintah maupun swasta hingga masyarakat memasang bendera merah putih. Juga mengimbau masyarakat agar pada 17 Agustus 2020 pukul 10.17 – 10.20 WIB menghentikan aktivitasnya sejenak untuk melakukan sikap sempurna.

“Seluruh masyarakat berdiri tegap atau sikap sempurna saat pengumandangan lagu Indonesia Raya secara serentak di berbagai lokasi hingga pelosok daerah, kegiatan ini akan dimulai dengan bunyi sirene,” ujar Fitriyus.

Untuk itu, menurut Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono diharapkan bantuan dari pemerintah daerah menyediakan fasilitas untuk membunyikan sirene atau suara penanda lain sesaat sebelum lagu Indonesia Raya dikumandangkan. Misalnya, Pemda bisa mengerahkan fasilitas seperti mobil-mobil yang memiliki sirene dan pengeras suara atau yang lainnya.

“Pemprov atau pemerintah daerah sudah memiliki fasilitas yang ada, mohon itu digunakan,” kata Heru dalam rapat.

Sementara itu, Sekjen Mendagri Hudori mengatakan Pemda memiliki beberapa peran dalam mengampanyekan rangkaian kegiatan HUT ke-75 Kemerdekaan RI. Antara lain, Pemda menggaungkan kepada masyarakat untuk melakukan sikap sempurna pada pukul 10.17 – 10.20 WIB.

“Secara teknis, pemerintah daerah dapat mengingatkan kepada masyarakat umum untuk melakukan sikap sempurna pada pukul 10.17 WIB,” ujar Hudori dalam rapat yang juga diikuti oleh Wamenparekraf Angle Tanoesoedibjo, para kepala daerah serta lembaga dan instansi terkait lainnya.

Sebelumnya Gubernur Sumut Edy Rahmayadi juga sudah mengeluarkan surat edaran mengenai partisipasi menyemarakkan peringatan HUT ke-75 Kemerdekaan RI Tahun 2020. Dalam surat edaran antara lain disebutkan, di tingkat kabupaten/kota, upacara Peringatan HUT ke-75 RI dilaksanakan di kantor pemerintah kabupaten/kota masing-masing. Begitu juga kantor perwakilan atau lembaga yang ada di daerah. Upacara dimulai pada pukul 07.00 WIB.

Juga dimbau memasang umbul-umbul, dekorasi atau hiasan lainnya serentak sejak tanggal 1 Juli sampai 31 Agustus 2020. Memerintahkan para Kepala OPD, pimpinan BUMN dan BUMD, para pimpinan instansi pemerintah dan swasta lainnya, sekolah-sekolah, toko-toko serta seluruh masyarakat untuk mengikuti rangkaian peringatan HUT ke-75 Kemerdekaan RI melalui televisi di kantor atau tempat tinggal masing-masing. ( limber sinaga )

FOTO

Asisten Administrasi Umum dan Aset Pemprov Sumut M Fitriyus mewakili Gubernur Sumut Edy Rahmayadi pada rapat koordinasi persiapan HUT ke-75 RI di Ruang Sumut Smart Province, Kantor Gubernur Jalan Pangeran Diponegoro Nomor 30 Medan, Rabu (29/7).

Wisata halal di Danau Toba yang memicu polemik dan prokontra

MEDAN,( lipanri online )

Wacana Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi untuk menyajikan wisata halal di kawasan Danau Toba menimbulkan reaksi di masyarakat. Puluhan massa Mahasiswa Pecinta Danau Toba menggelar aksi penolakan.

Aksi digelar di kantor Badan Otorita Pelaksana Danau Toba (BPODT) Jalan Patimura Medan. Mereka datang mempertanyakan sikap dari BPODT. Menurut mereka, alasan untuk menerapkan wisata halal tersebut rentan membuat masyarakat yang hidup berdampingan dengan damai menjadi terusik.

“Kita mau klarifikasi sebenarnya. Bagaimana komitmennya, apa Pak Gubernur buta dengan kawasan Danau Toba dan kondisi sosial dan budayanya? Sehingga mencanangkan wisata halal itu,” kata koordinator Aksi, Rico Nainggolan, Senin (2/9/2019).

Wisata halal di kawasan Danau Toba yang akan dikonsepkan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi tak hanya mendapat penolakan dari warga yang tinggal di sana, Senin (2/9/2019).

Seorang pria yang bukan bertempat tinggal di kawasan Danau Toba juga mengomentari kebijakan yang telah dilayangkan oleh Edy Rahmayadi.

Dirinya mengaku pernah berkunjungan ke Danau Toba untuk berlibur, tetapi tidak begitu rumit untuk berwisata.

Penolakan itu dilayangkan pria ini melalui media sosial Twitter

Dalam postingannya, seorang netizen bernama Permadi Arya melalui akun Twitternya @permadiaktivis mengkritik pernyataan Pemprov Sumatera Utara tentang wisata halal yang diposting oleh akun Twitter @HumasPemprovsu pada Sabtu 31 Agustus 2019 kemarin.

Dalam postingan di akun @Humas Pemprovsu itu disebut, Pemprov Sumut luruskan informasi wisata halal Danau Toba, wisata halal bukan menghilangkan budaya yang ada namun menyediakan fasilitas pendukung yang diperlukan bagi wisatawan muslim.

Postingan ini direspons Permadi Arya yang akrab disapa Abu Janda.

“Kalian @HumasPemprovsu. tidak usah mengada2. saya muslim, liburan 5 hari di Parapat, Toba, Samosir tak susah cari makanan halal tiap pengkolan ada, sholat pun tak susah, mau sholat tinggal numpang sholat, pemilik resto dengan senang hati persilahkan. Toba tidak butuh wisata halal,” pesan dalam akun Twitternya.

Sebelumnya, anggota DPR terpilih dari Dapil Sumut II, Sihar Sitorus menilai wacana wisata halal di Danau Toba yang dilontarkan Edy Rahmayadi tidak menghargai apa yang sudah membudaya dalam masyarakat setempat, terutama ketika menyangkut mengenai penataan ternak dan pemotongan babi.

Perhatian tersebut juga datang dari Sihar Sitorus, Legislatif DPR RI terpilih dari Partai PDI-Perjuangan, Dapil II Sumatera Utara.

Menurut Sihar Sitorus gagasan Edy tersebut malah mengadakan dikotomi atau pemisahan dalam masyarakat dan melanggar konsep Bhinneka Tunggal Ika.

“Wisata halal yang dicanangkan oleh Pemerintah menciptakan pemisahan/segregasi antar umat beragama bahkan suku bangsa.

Bukankah Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan agama namun tetap satu di dalam Indonesia sebagaimana konsep Bhinneka Tunggal Ika yang ditetapkan oleh para pendahulu negeri ini.

Jika hal ini diterapkan tentu akan menciptakan diskriminasi antar satu kelompok dengan kelompok yang lain,” ujar Sihar Sitorus, Sabtu (31/08/2019).

Menurut Sihar Sitorus, Danau Toba sudah memiliki ciri khas tersendiri yang tidak dimiliki oleh tempat lain.

Konsep halal dan haram yang bertujuan untuk menarik wisatawan mancanegara yang diprediksi Edy berasal dari negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei menurut Sihar Sitorus malah mengganggu apa yang sudah ada dalam masyarakat setempat.

 “Memang pengembangan wisata Danau Toba diharapkan dapat menarik wisatawan dari luar negeri untuk datang.

Namun perlu diperhatikan juga agar hal tersebut jangan mengganggu adat istiadat masyarakat lokal yang menganggap pemotongan hewan adalah halal menurut mereka.

Tradisi lokal, budaya setempat memiliki nilai kearifan yang tinggi,” ujar Sihar Sitorus.

Sihar juga mengingatkan bahwa mayoritas penduduk di sekitar Danau Toba adalah mereka yang bersuku Batak dan beragama Kristen, di mana babi bukanlah hewan yang dilarang.

 “Perlu diingat bahwa mayoritas penduduk setempat adalah Suku Batak dan beragama Kristen dimana hewan seperti babi adalah makanan yang sah untuk dikonsumsi.

Mengapa pemerintah begitu sibuk mengurusi kedatangan wisatawan tanpa memikirkan apa yang telah menjadi kearifan lokal bagi masyarakat setempat?” ujarnya.

Menurut Sihar sebenarnya konsep halal dan haram tidak pernah diatur dalam UUD 1945. Konsep ini menurut Sihar malah membunuh apa yang sudah menjadi kearifan lokal Danau Toba.

“Apalagi istilah halal dan haram tidak pernah diatur dalam UUD 1945. Kebijakan ini tentunya bukan sedang memperjuangkan affirmative actions, atau kebijakan yang diambil bertujuan agar kelompok/golongan tertentu (gender ataupun profesi) memperoleh peluang yang setara dengan kelompok/golongan lain dalam bidang yang sama. Kebijakan ini malah terkesan membunuh apa yang sudah menjadi tradisi dalam masyarakat dan tentu saja menghilangkan kemandirian masyarakat dalam menentukan pilihan,”  jelas politisi PDI-Perjuangan itu.

Sihar Sitorus tidak ingin konsep halal dan haram malah menimbulkan kesombongan rohani antara satu kelompok dengan kelompok lain.

Menurut Sihar Sitorus, menghormati budaya dan tradisi lokal itu adalah bagian dari Kode Etik Pariwisata Dunia, yang telah diratifikasi oleh UNWTO, di mana kegiatan pariwisata harus menghormati budaya dan nilai lokal (local wisdom) agar tidak meresahkan masyarakat di sekitar.

Pembangunan masjid atau rumah makan muslim dirasa sudah cukup memudahkan wisatawan Muslim yang berkunjung sebagai bentuk penghormatan masyarakat setempat terhadap keberagaman.

Sihar Sitorus saat menikmati keindahan Danau Toba beberapa waktu lalu

Sihar Sitorus saat menikmati keindahan Danau Toba beberapa waktu lalu (Tribun Medan)

Namun, penertiban hewan berkaki empat seperti babi dirasa kurang tepat diterapkan di Danau Toba.

Sihar Sitorus menawarkan konsep wisata halal bisa diterapkan di wilayah dengan mayoritas penduduk muslim, tapi bukan Danau Toba.

“Pariwisata halal mungkin bisa diterapkan di daerah wisata dengan penduduk mayoritas muslim seperti Sumatera Barat dan Aceh.

Sebagaimana wisatawan yang datang ke sana harus menghormati dan menghargai apa yang sudah menjadi kultur dan kepercayaan setempat begitupula halnya dengan yang terjadi di Danau Toba, wisatawan yang datang juga harus menghormati budaya setempat,” tutup Sihar Sitorus.

Kepala Bidang Bina Pemasaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut, Muchlis mengatakan, perencanaan  wisata halal Danau Toba bukanlah menghilangkan budaya yang sudah ada di daerah wisata tersebut.

Namun, pemerintah lebih fokus menata fasilitas pelayanan pariwisata atau amnenitas.

“Wisata halal ini masuk amnenitas, dalam perkembangan pariwisata ada tiga hal yang dikenal. Bagaimana aksesibilitas di bangun mudah orang mengaksesnya, ada amnenitas termasuk kelengkapannya termasuk hotel dan restoran dan dll. Terkahir ada aktraksi di sana ada tidak,” ucapnya, saat ditemui di Kantor Gubernur, Jalan Pangeran Diponegoro, Kota Medan, Senin (2/9/2019).

Sebelumnya, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi menyatakan bahwa pemerintah akan merencanakan wisata halal di Danau Toba.

Namun, setelah pernyataan ini dicatut hingga viral menuai kritik dari kalangan masyarakat.

Ia mengatakan, tidak semua makanan di sana dapat disajikan kepada wisatawan lokal maupun mancanegara.

Pihaknya tengah mengembangkan seluruh fasilitas pelayanan pariwisata, mulai dari hotel, restoran hingga tempat beribadah.

Menurutnya, apabila amnenitas tersebut dapat terprogram dengan baik, sehingga wisawatan yang datang akan merasa puas dengan pelayanan.

Jika ini terjadi, kata dia masyarakat setempat juga yang akan merasakan.

Pastinya, ini juga dapat meningkatkan penghasilan masyarakat setempat.

“Yang dimaksud untuk halal itu amnenitas tadi, karena memenuhi kebutuhan orang.

Kita harapkan orang yang datang kesana merasa terpuaskan dan senang. Agar bisa berdampak baik, wisatawan yang datang dapat menceritakan bagaimana selama berlibur ke danau Toba,” ujarnya.

Muchlis mengatakan, wisata halal ini bukan untuk mematikan kearifan lokal maupun budaya yang ada di Danau Toba.

Malah, pemerintah juga akan memperhatikan masyarakat lokal yang membuka usaha di sana.

Kata dia, tidak akan mungkin budaya dan tradisi yang ada di Danau Toba dihilangkan. Menurutnya, orang datang ke sana karena budaya dan adat yang begitu kental.

“Halal ini bukan berarti mematikan kearifan lokal yang ada di sana.

Tetapi pemerintah malah membantu mengembangkan seluruh adat dan budaya yang ada,” ujarnya.

Dipastikan, kata dia pemerintah tengah fokus terhadap fasilitas pelayanan pariwisata bagi para wisatawan lokal maupun mancanegara.

Pihaknya tidak akan berbuat lain, apalagi sampai merusak dan menghilangkan kebudayaan pada kawasan Danau Toba.

“Cuman untuk kepentingan amnenitas kita penuhi.

Bagaimana orang Jawa datang ke danau Toba. Tidak merasa stres kesana dengan mencari makanan,” ucapnya ( Limber sinaga )

Tinggalkan komentar